Pelibatan TNI dalam Pengamanan Pemilu Masih Wajar
08-07-2014 /
KOMISI III
"Kalau saya melihat ini masih wajar sebagai bentuk antisipasi, jadi biasa saja tidak ada alasan tertentu. Kita bicara faktor keamanan yang mungkin terjadi yaitu konflik horizontal dan mempersiapkan bantuan TNI tidak bisa diterjemahkan ini akan terjadi sesuatu yang konkrit. Langkah ini lebih baik dari pada terlambat mengantisipasi," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/14).
Ia menekankan pengalaman konflik di masa lalu sudah cukup menjadi pembelajaran betapa pentingnya langkah antisipasi. Apalagi menurutnya anggaran untuk pengamanan pemilu sudah diberikan kepada aparat terkait yaitu Polri dan TNI.
"Kasus 27 Juli dan Kerusuhan Mei sudah cukup jadi pelajaran jadi jangan sampai terlambat. Panduan utama tentu dalam pengamanan Pilpres ini kita tetap mengedepankan Polri," tambah Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Pendapat berbeda disampaikan anggota Fraksi PKB Abdul Kadir Karding saat menyampaikan interupsi pada Rapat Paripurna. Ia menilai kemunculan TNI dalam proses pengamanan Pemilu Presiden malah memunculkan suasana mencekam.
"TNI itu posisi back up dan fungsi keamanan ada di polisi. Kalau polisi minta baru boleh. Tapi yang menonjol sekarang itu TNI, seakan-akan mau diciptakan suasana ini mencekam dan melegitimasi kalau ada apa-apa," ungkapnya.
Ia juga menyebut langkah TNI pada saat Pilpres 2009 lebih elegan dengan menyebar sejumlah spanduk di seluruh daerah. "Waktu itu ada spanduk Damai itu Indah di mana-mana, kenapa TNI tidak seperti itu saja," demikian Karding. (iky)/foto:iwan armanias/parle.